Kita gak ngebahas Qur’an kayak brosur motivasi. Kita gak nyari "quotes paling adem buat story WA."
Kita selami struktur mikirnya.
Kita urai pola logikanya.
AFALA TATAFAKKARUN – Tidakkah kalian berpikir?
Ini bukan sekadar:
“Ayo dong, mikir.”
Ini kayak:
“Bro... serius, lo hidup tapi gak pakai fitur otak?”
Dan Qur'an pake bentuk pertanyaan retoris berulang:
-
Afala ta’qilun – Tidakkah kamu pakai akal?
-
Related: Semua berawal dari sebuah ide saja,,
Afala tatadabbarun – Tidakkah kamu perenungi?
-
Afala yandzurun – Masa sih gak ngelihat tanda-tandanya?
Kaya Tuhan ngeliatin lo scroll Instagram sambil bilang:
“Ini gue udah kasih semesta, sejarah, jiwa, dan lo masih nanya ‘cocoknya pakai filter apa?’”
Tafsir jalur kiri: Ini bukan dongeng. Ini framework.
Coba liat bagaimana Qur’an ngasih narasi sejarah:
-
Kisah Fir’aun bukan sekadar kisah jahat vs baik.
Itu tentang arogansi kekuasaan + self-deception = kehancuran sistemik. -
Kisah Qarun bukan sekadar orang kaya yang sombong.
Itu tentang kapitalisme meledak di atas ketimpangan sosial. -
Kaum ‘Aad, Tsamud, dll?
Mereka bangsa maju, kuat, estetis... tapi nihil integritas.
Mati bukan karena gak punya teknologi. Tapi karena lupa makna.
Dan ujung-ujungnya?
Related: Sibuk ni mas, nyari apa sih?“Afala tatafakkarun.”
(Lo ngeliat gak sih pattern-nya? Atau lo harus kena juga baru ngerti?)
Lo baca Qur’an bukan buat tenang doang, tapi buat nge-reroute cara lo mikir.
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang, terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.”
(Ali-Imran 190)
Kata kuncinya bukan "yang suci". Bukan "yang rajin ngaji". Tapi: yang PAKAI OTAK.
Kesimpulan Jalur Kiri Hari Ini:
Lo bisa hafal, bisa tajwid 11/10, bisa jadi qari internasional...
...tapi kalau lo gak mau mikir, refleksi, dan ngebaca dunia dengan struktur Qur’an sebagai alat baca realita — lo cuma nambah suara, bukan makna.
Posting Komentar